Rabu, 08 Januari 2014

Etika Bisnis II



Nama : Gugun Gunadi
Kelas : 4ea13
NPM : 19210493

Kasus hak pekerja Puluhan pekerja CV Mundu Makmur Lestari (MML) yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 menagih jaji Bupati Rina Iriani untuk membantu menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan di perusahaan itu.

Tuntutan itu mereka ajukan dalam unjuk rasa di depan rumah dinas Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (18/11). "Ini pekerjaan rumah besar Ibu Rina sebelum mengakhiri masa jabatannya sebagai bupati. Kami minta Ibu Rina menyelesaikan ini dulu. Bila perlu cabut izin perusahaan itu," kata Koordinator aksi, Lucky.
Unjuk rasa para pekerja yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian itu hanya berlangsung sekitar setengah jam. Selain berorasi, mereka juga membawa bendera merah putih dan bendera  Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992.

Dalam orasinya mereka mengecam ketidaktegasan Dinas Sosial, Tenaga dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Karanganyar terhadap CV MML, karena membiarkan perusahaan itu merekrut tenaga kerja baru.

Padahal, sengketa ketenagakerjaan dengan 333 pekerja yang terjadi sejak Agustus lalu belum selesai.

Para pekerja menilai pihak berwenang melakukan pembiaran dengan tidak mengambil tindakan kepada CV MML yang kembali membuka lowongan kerja. Padahal, dahulu telah dinyatakan bahwa perusahaan tidak boleh membuka lowongan baru selama kasus ketenagakerjaan yang terjadi belum selesai.

"Oleh karena itu jangan salahkan jika kami turun ke jalan meminta dukungan publik," tegas Lucky.

Puas menyampaikan aspirasinya para buruh membubarkan diri dengan tertib. Tidak lama kemudian Bupati Rina Iriani bersama rombongan pejabat Karanganyar keluar dari rumah dinas menggunakan sejumlah mobil melewati para pekerja yang tengah bersiap pulang.

Koordinator aksi, Lucky seusai unjuk rasa menjelaskan sengketa ketenagakerjaan di CV MML berawal dari tuntutan pekerja agar perusahaan memberikan hak-hak mereka.

Antara lain, hak cuti, Jamsostek, perubahan status pegawai kontrak menjadi pegawai tetap, pembagian waktu kerja dua shift dalam 24 jam sehari menjadi tiga shift, dan kerja lembur yang selama ini bersifat wajib menjadi sukarela.
Tuntutan tersebut tidak mendapatkan tanggapan dari perusahaan. Para pekerja kemudian mengadukan hal itu kepada Pengawas Ketenagakerjaan Dinsosnakertrans Karanganyar yang kemudian memerintahkan perusahaan untuk memenuhi aturan ketenagakerjaan sebagaimana dituntut para pekerja.
"Tapi perusahaan bersikukuh, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 333 buruh yang menuntut hak-hak mereka," jelas Lucky. (Ferdinand)
Kasus whistle blowing Ditjen Pajak menerapkan sistem whistle blowing, dalam memagari karyawannya agar tidak berbuat nakal dan tergoda menerima suap. Sistem tersebut memungkinkan pengenaan sanksi pada karyawan dalam satu kelompok.

Kepala Sub Direktorat Humas Ditjen Pajak Sriadi Setyanto, mengaku bahwa terungkapnya kasus penyuapan pegawai pajak sebagai hasil penerapan sistem whistle blowing. Dalam sistem itu, bila satu pegawai diketahui bersalah, maka orang di sekitarnya juga akan dikenai sanksi berupa hukuman disiplin

"Secara sistem, ada satu dari satu kelompok, maka semuanya bersalah. Bila saya salah, anak buah saya kena karena tak melaporkan saya," kata Sriadi
Penerapan sistem whistle blowing tersebut, menurut Sriadi, sebagai bagian dari upaya bersih-bersih Ditjen Pajak. Diharapkan, para karyawan dapat terhindar dari godaan suap wajib pajak.

Sementara itu, sembilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan empat aparat dari satuan Brimob, telah menggeledah kantor Ditjen Pajak. Mereka mencari bukti lain dari kasus suap perusahaan Master Steel.
Penggeledahan dilakukan di lantai 25 kantor Ditjen Pajak, di dua kubikel, tempat dua tersangka bekerja.
Kasus iklan tidak etis mungkin dalam kasus iklan yang tidak etis ini bisa melihat iklaniklan yang ada salah satunya iklan provider XL dimana mereka menggunakan kata TERmurah Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berawalan “Ter, Paling, nomer satu, top” ini melanggar tata karna isi iklan dalam bentuk bahasa.Selain itu pada iklan xl ini mereka memakai kata “GRATIS”. Kata gratis  atau kata lain yang bermakna sama juga tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Ini juga termasuk tata karma isi iklan dan tidak menggunakan gambar monyet juga untuk gambarnya.
Kasus Etika pasar bebas Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.

A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.

Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.

Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

SUMBER       : Metro TV
http://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/28/contoh-kasus-etika-bisnis-kasus-di-tolaknya-indomie-di-taiwan-tugas-etika-bisnis-ke-2/